Berpikir dapat membebaskan seseorang daribelenggu sihir
Dalam
Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar,
kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan
mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang
yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun
hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika
ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa
mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah.
Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas
hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini
sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya,
jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya
'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan
sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS.
Al-Mu’minuun, 23: 84-90)
Dalam
ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah
kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna
kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang
tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh,
penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat
kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar
dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang
sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami
peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat
bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan
masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama
ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah
menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang
bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi
terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi
sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah
sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti
bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah
telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui
bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat
panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para
orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran
yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas
tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah
kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang
yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang di sekitarnya.
Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan
muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri
terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari
permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari
kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi
tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang
sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini
memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut,
misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di
dalamnya. Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan
kemudian menabraknya.
Mustahil
orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang
penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir
pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya
senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu
sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna
tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya
yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang
sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia.
Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala makhluk di
atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak
Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat
yang diciptakan-Nya.
Contoh
di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang
hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang
mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat
mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia
mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya,
masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan
dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian.
Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara
turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada
yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik
tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan
tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh
hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan
kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin
berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa
mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan
sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak
berpikir tentang kematian.
Namun,
cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu,
percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal.
Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka,
tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena
hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya
alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah
sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan
merenung.
Orang-orang
yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang
mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata
kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah
kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka
Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu
pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam
ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir,
akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam
kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu
digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja
untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan
hal ini mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah
bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan
mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui
kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang
merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat
mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang
hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan
dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.
Post a Comment